Salah satu yang paling sering ditanyakan kepada saya adalah tentang KPR Syariah dan KPR Konvensional dari bank reguler. Manakah yang lebih baik?
Kalau ditanyakan kepada saya, mana yang lebih baik, saya akan menjawab: dua-duanya. KPR selalunya baik, karena bagi saya, KPR itu salah satu program investasi yang sangat menguntungkan dan memihak pada kita yang memiliki keterbatasan keuangan, dan memudahkan kita dalam melipat-gandakan aset.
Jadi pertanyaannya di sini adalah bukan mana yang lebih baik, tapi mana yang lebih cocok pada kita. Untuk itu, saya akan mencoba mengulas lebih lanjut mengenai kelebihannya masing-masing.
KPR Syariah
Kelebihan utama dari KPR Syariah ini adalah ‘bunga kpr’ yang tetap selama jangka waktu 15-20 tahun. Saya sengaja memberikan tanda ” kutip pada ‘bunga kpr’ karena mereka tidak memperbolehkan sistem bunga, tapi bagi hasil. Namun untuk memudahkan pembahasan, saya akan tetap menyebutnya ‘bunga kpr.’
Seperti halnya dengan Reksadana Syariah, KPR Syariah juga berlandaskan hukum Syariat, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan yang berbasis Syariah, pasti melalui proses cleansing, dan dengan kata lain, berujung juga pada pemberian sedekah bagi sebagian ‘bunga kpr’ yag dibebankan kepada kita.
Jadi bagi saya pribadi, segala bentuk investasi atau instrumen perbankan yang berbasis Syariah, adalah sama juga sebagian kecil kita juga telah membersihkan harta kita, dengan beramal. Sesederhana itu.
Yang menarik di sini adalah: ‘bunga kpr’ rata-rata perbankan Syariah, lebih tinggi antara 2%-3,5% dari KPR Konvensional.
Selama ini sebuah Bank akan menentukan tingkat suku bunga deposito, pinjaman, kreditusaha, KPR, KPM, dan lain-lain yang menyangkutpinjamannya berdasarkan pada SBI atau Buku Bunga Bank Indonesia, yang ditentukan secara berkala, mengacu pada tingkat inflasi dan perbaikan ekonomi kita.
Bank Syariah yang memberi KPR, di mata saya seolah ‘memasang badan’ untuk melindungi kita dari kenaikan tingkat inflasi yang tinggi dan resiko buruknya perekonomian kita, sehingga dapat menyebabkan terjadinya SBI yang tinggi.
Contoh: Misalnya di tahun 2011 kita mengambil KPR Syariah dengan bunga 10,5%. Ternyata perekonomian kita memburuk, sehingga pada tahun 2012 Bank Indonesia terpaksa menetapkan SBI kita adalah sebesar 9%. Biasanya KPR Bank Konvensional, akan menetapkan bunga KPR sebesar +2%-4% lebih tinggi dari SBI. Ini berarti KPR Syariah memiliki tingkat suku bunga antara 14,5%-16,5%. Padahal berdasarkan kontrak awal, KPR Syariah kita adalah sebesar 10,5%.
Apa yang terjadi? Cicilan dan bunga kita tetap, dan ternyata tidak berubah, meski ada perubahan mendasar SBI. Disinilah ibaratnya KPR Syariah ‘memasang badan’ untuk kita, dalam hal perbedaan yang mungkin timbul akibat resiko pergolakan ekonomi yang ada. Namun kejadian yang sebaliknya juga bisa terjadi..
Untuk mereka yang memiliki sifat konservatif dan tidak menyukai perubahan atau kerja extra, KPR Syariah adalah pilihan yang tepat. Karena otomatis kita tidak usah dipusingkan lagi dengan fluktuasi bunga yang timbul dala kebijakan bunga floating Bank konvensional.
KPR Konvensional
Kelebihan dari KPR Bank Konvensional adalah bunganya yang lebih kecil dari Bank Syariah, dan memiliki 2 jenis, yaitu fix selama beberapa tahun sesuai perjanjian, kemudian floating, alias mengikuti perkembangan SBI.
Disinilah triknya: kalau kita tidak membaca baik-baik kontrak KPR yang kita miliki, jangan heran kalau kita memiliki tagihan KPR yang lebih besar dari tahun sebelumnya. Dan itu sangat diperbolehkan karena pasti tercantum dalam kontrak (yang sebagian dari kita gagal menyadari hal ini).
Sayangnya apabila ternyata SBI turun, cicilan kita pada saat memasukin masa bunga floating, tidak ikut turun secara otomatis. Jadi kita harus sangat cermat menyikapi dan mengawasi, bagaimana isi kontrak KPR kita, agar kita tidak terjebak dalam situasi pembayaran KPR terlalu mahal, padahal ada banyak sekali kebijakan dalam kontrak KPR yang kalau kita membacanya baik-baik, ada beberapa keringanan yang bisa menguntungkan bagi kita.
Saran saya, setiap hampir ‘jatuh tempo bunga fixed’, sering ajukan pelunasan sebagian agar kita bisa melakukan restrukturisasi ulang KPR kita, dan ajukan kembali bunga fixed ini sebagai bagian dari permohonan kita.
Recount, restruktur setiap 2-3 tahun KPR kita dan lunasi sebagian, agar kita bisa mendapatkan manfaat yang maksimal dari KPR yang kita miliki, dan terhindar dari kewajiban pembayaran lebih dari bunga floating.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar